Secara umum status peranan perempuan dalam masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-laki yangtercermin pada sedikitnya jumlah perempuan pada posisi penting dan strategis baik dalam pemerintahan, politik, sosial , ekonomi, hukum dan di dalam masyarakat.
Hal ini tidak hanya diakui oleh kaum perempuan yang mempunyai posisi lemah akan tetapi juga kaum pria yang sadar dan responsif gender.
Untuk mendongkrak agar peran perempuan meningkat maka berbagai produk hukum sudah diciptakan. Apalagi dunia Internasional juga semakin menyoroti peran perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia. Akan tetapi keterpurukan perempuan masih dirasakan. Angka trafficking semakin tajam, angka kekerasan terhadap perempuan juga semakin meningkat.
Disadari bahwa anyak faktor yang menyebabkan timbulnya kesenjangan kesetaraan antara perempuan dan pria antara lain : (1) sistem Tata Nilai Budaya Masyarakat, (2) Penafsiran ajaran agama yang lebih menitikberatkan pada pemahaman tekstual daripada kontekstual serta sering diartikan secara parsial dan tidak melihat secara holistik, (3) Kesadaran, kemauan, introspeksi dan konsistensi kaum perempuan sendiri biasanya dikaitkan dengan "Cindrella Syndrome" atau " White Snow Syndrome"
Merujuk hal tersebut serta memperhatikan respon dan isu-isu yang ada di dalam masyarakat, maka perlu adanya "kebijakan-kebijakan yang sensitif dan responsif gender. kaum perempuan juga menempatkan dirinya sebagai obyek dari pembangunan, akan tetapi sudah seharusnya menempatkan dirinya sebagai "subyek pembangunan".
dan seiring dengan hal ini, peningkatan kualitas perempuan juga perlu ditingkatkan baik dari aspek pendidikan, sosial dan ekonomi dengan ettap berlandaskan kepada etika, moral serta nilai-nilai universal.