Pages

Friday, July 6, 2007

Kebijakan Dalam Pemberdayaan Perempuan



Secara umum status peranan perempuan dalam masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-laki yangtercermin pada sedikitnya jumlah perempuan pada posisi penting dan strategis baik dalam pemerintahan, politik, sosial , ekonomi, hukum dan di dalam masyarakat.
Hal ini tidak hanya diakui oleh kaum perempuan yang mempunyai posisi lemah akan tetapi juga kaum pria yang sadar dan responsif gender.
Untuk mendongkrak agar peran perempuan meningkat maka berbagai produk hukum sudah diciptakan. Apalagi dunia Internasional juga semakin menyoroti peran perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia. Akan tetapi keterpurukan perempuan masih dirasakan. Angka trafficking semakin tajam, angka kekerasan terhadap perempuan juga semakin meningkat.
Disadari bahwa anyak faktor yang menyebabkan timbulnya kesenjangan kesetaraan antara perempuan dan pria antara lain : (1) sistem Tata Nilai Budaya Masyarakat, (2) Penafsiran ajaran agama yang lebih menitikberatkan pada pemahaman tekstual daripada kontekstual serta sering diartikan secara parsial dan tidak melihat secara holistik, (3) Kesadaran, kemauan, introspeksi dan konsistensi kaum perempuan sendiri biasanya dikaitkan dengan "Cindrella Syndrome" atau " White Snow Syndrome"
Merujuk hal tersebut serta memperhatikan respon dan isu-isu yang ada di dalam masyarakat, maka perlu adanya "kebijakan-kebijakan yang sensitif dan responsif gender. kaum perempuan juga menempatkan dirinya sebagai obyek dari pembangunan, akan tetapi sudah seharusnya menempatkan dirinya sebagai "subyek pembangunan".
dan seiring dengan hal ini, peningkatan kualitas perempuan juga perlu ditingkatkan baik dari aspek pendidikan, sosial dan ekonomi dengan ettap berlandaskan kepada etika, moral serta nilai-nilai universal.

1 comment:

Pahrian Siregar said...

Kak Ani yang baik,
Aku jadi pingin tahu udah sampai sejauh apa sih gender mainstreming berlangsung di Kalimantan Barat? Ada ngak sih yang melakukan monitoring menyangkut hal ini, terutama pada implementasinya di pemda kab/kota, kan upayanya tidaklah harus berhenti hingga tahapan perda atau rencana aksi semata. Terus terang aku agak terkesima ketika melihat indikator2 gender empowerment yang ada di HDI Kalbar terakhir yang tidak mengalami peningkatan. Ayo dong kak, pergunakan data2 HDI itu untuk memprovokasi perempuan Kalbar dan para pimpinan daerah buat merubah keadaan mereka. Omong-omong, kok ngak ada perempuan sih yang jadi cagub-cawagub di Kalbar dan sekilas dari media yang kupantau (masalahnya ada di perantauan nih) ngak tampak tuh isu perempuan dalam kampanye2 para cagub-cawagub. Apa mereka ngak butuh dukungan suara perempuan ya.. Nah, lima tahun lagi kutunggu ya Kak, pencalonan dirimu jadi wagub atau cawagub.. hehehe.. Brani ke tadak?
Tabek,
pahrian@gmail.com