Pages

Sunday, February 10, 2008

20 TAHUN KEMUDIAN



Aku sudah lama tidak mengunjungi pinggir pantai ini, tempat dimana aku selalu berteriak untuk menuangkan rasa resah hatiku, sudah banyak yang berubah…., tak ada lagi pohon bakau, dimana tempat aku mencari ikan kecil atau mengintip ikan bersayap, abrasi pantai telah melenyapkan sebagian jalanan…., dan sekarang telah diberi tanggul untuk mengurangi abrasi oleh air laut.
Matahari mulai perlahan turun…
Aku turun dari mobil, biasanya aku selalu menikmati sore di pantai ini..
Aku ingat seseorang selalu menemaniku bila hatiku resah…
Dimana dia?
Sudah dua puluh tahun aku tidak pernah bertemu dengannya..
langit berwarna merah jingga, aku berjalan menuju batu diujung sana…
Aku duduk menatap ke arah matahari yang akan terbenam, dan menggunakan kaca mata hitam menutup silau.
Aku mendengar suara mobil berhenti di belakangku
Mungkin seorang traveller yang akan mampir untuk mengusir penat
Aku masih berkutat pada kenanganku, irama biola yang dimainkannya masih menyentuh hatiku…..
“Vannie?!”, seorang pria menyapaku…, aku terpana…tidak percaya…astaga…, baru saja aku memikirkannya, kukerjapkan mata, aku takut itu hanya ilusi. Kembali kukerjapkan mataku…
“ Rasya?!”…, aku menjadi ragu. Apakah memang dia Rasya teman sepermainanku…
Kami saling bersalaman, heiii…Rasya sudah menjadi seorang pria yang sangat menarik. Tubuhnya tinggi menjulang. Matanya seperti kerlip bintang dengan kumis tipis diatas bibirnya. Kami saling bertukar cerita, Rasya sudah menduda, itu suatu kejutan bagiku, ia bersama 4 anaknya….
” Kamu enggak menikah lagi, Sya?”, tanyaku.
” capekk, Nie. Apalagi punya isteri yang cemburuan. habis dech…”, ucap Rasya.
” Isterimu sekarang dimana?’”, tanyaku.
” Kembali ke Bandung, ke tempat orang tuanya. Aku dan anak-anak tinggal di Sydney.”, ucap Rasya.
“Aku ambil cuti untuk melihat Mama.”, ucapnya.
” Iya..aku beberapa hari yang lalu melihat Mama, tapi Lestari enggak cerita bahwa kamu akan pulang.”, ucapku.
Rasya tertawa, “aku memang enggak kasi kabar, takut kalau enggak jadi bisa membuat kecewa keluarga disini.”, ucap Rasya.
“Trus ngapain kamu kesini?”, tanyaku pada Rasya.
Ia tertawa, dan wajahnya tersipu. ” Kamu ngapain disini?”, balik Rasya bertanya. ” Aku…?, aku memang selalu kesini, dan kamu tahukan kalau aku kesini.”, jawabku. Rasya tertawa lagi, tangannya memijit hidungku, ” Masih seperti yang dulu?”, tanyanya. Aku mengangguk. ” Sekarang sih..kalau kesini aku sendiri saja, kalau dulu ada kamu.”, ucapku sambil mengenang masa lalu. ” Dan kamu selalu meminjam bahuku untuk menangis, tapi kamu tidak pernah menangis.”, olok Rasya. Aku tergelak…, Rasya masih ingat kebiasaan anehku.
” Dan aku kesini…, berharap bisa berjumpa denganmu.” , ucap Rasya seraya menatapku. “Lestari selalu menceritakan kehidupanmu padaku.”, ucap Rasya. Aku tertawa, “sama dongg…”, jawabku sambil tertawa.
” Rasya duduk disampingku, tangannya mencabut rumput panjang. Diujungnya ada bunga-bunga kecil berwarna merah coklat.
” Kamu masih suka bunga rumput, Nie?”, tanya Rasya. Aku mengangguk. ” Bunga rumput itu bunga sederhana, tidak menarik perhatian orang.”, sahutku, Rasya tersenyum dan mengangguk. Di sydney aku selalu mengumpulkan bunga rumput dan mengeringkannya.”, ucap Rasya.
” Tunggu sebentar!”, Rasya berlari ke arah mobilnya. dan ditangannya terlihat bunga rumput kering yang terangkai dengan indahnya. ” Ini untukmu.”, ucap Rasya. ” Terimakasih.”, aku menerima rangkaian bunga kering itu dengan suka citanya. ” Aku selalu ingat kamu, Nie.”, ucap Rasya. Aku mengerjapkan mataku. ” Aku mengharapkanmu bisa menjadi pendamping hidupku, tapi engkau lebih memilih Win waktu itu. “, ucap Rasya tersenyum. Aku menunduk, rasa bersalah menderaku, aku ingat betapa sedihnya aku harus menentukan pilihan Win yang tidak jelas atau Rasya yang selalu setia menemaniku. Namun aku memilih Win….(meski Win tidak pernah tahu kalau aku menyukainya), dan Rasya memilih untuk pergi mengambil S2 nya dan tinggal di Sydney.
” Maafkan aku, Sya.”, ucapku menatapnya. ” Hei…, jangan sedih gitu peri kecilku.” ia mengacak rambutku dengan tangan kanannya, kebiasaan Rasya yang tidak p ernah hilang.
” Aku dengar Win sudah jadi pejabat, yha.”, ucapnya. Aku mengangguk, ” Aku tidak pernah bertemu dengan Win. Enggak berani…., lagian hidup Win sudah berubah, tidak seperti Win yang dulu. Kehidupannya ibarat “jetset” dikelilingi perempuan-perempuan cantik yang bangga jika bersamanya.”, ceritaku sambil tertawa. Rasya tertawa, ” Mas sih, Nie!” Win itukan paling anti perempuan, cool banget.”, ucap Rasya enggak percaya. “ Beneran deh, Sya. Aku telah kehilangan sosok Win yang aku sayangi, fuiii…dia pernah menudingku suka pamer kecantikan untuk jabatan, “, aku berhenti sebentar. “Apa?!, tega benar sih.”, Rasya mengerutkan keningnya. ” Iya…eh..tau-taunya, Win selingkuh sama isteri orang. Pacarnya…kononnya gonta-ganti, dan isu paling gress dia dibilang gay.”, aku tergelak. ” wah…kamu mencintai seorang, gay?”, Rasya mulai menggodaku. ” Ikh…, mau sih, kalau sama gay kan aku aman, enggak perlu service tiap malam, awet muda dongg akunya. Kan jarang dipakai, baru teruss..’, aku tertawa lagi. ” Akh…mobil kalau enggak dipakai juga jadi rusak didiemin .”, ucap Rasya dan kami sama-sama tergelak.
” Kalau sms-an sih sering, cuma Win kan suka angin-anginan, kalau mau sms, sms melulu, kalau enggak ya enggak sama sekali, ujug-ujug smsnya selalu datang, ” masih hidupkah kamu, Na?”. ceritaku pada Rasya.
” Wahh..memang kalian enggak ada jodoh.” Rasya tergelak.
” Kamu ini!”., aku memukul pundak Rasya. ” Hii…aku sudah melupakan dan menutup jauh2 perasaanku sama Win. Aku bukan perempuan idamannya. “, jawabku dengan penuh kebanggaan.
” Tapi kok dia bisa ya, memacari perempuan-perempuan seperti itu.”, ucap Rasya. ” Nah..itu memang yang dia suka.”, sahutku sambil tergelak.
” Kalau aku kan bunga rumput, Sya. Ditoleh juga enggak.”, jawabku tersenyum. ” Tapi aku suka bunga rumput, Nie. Ternyata bunga rumput itu banyak manfaatnya, hayooo……”, Rasya tersenyum.
” Hush…!”, aku menyandarkan kepalaku pada Rasya. ” Sya…, taukah kamu, aku jatuh cinta pada seseorang yang kutemui di suatu bandara.”, ucap Vannie. Rasya tertawa. ” Kok bisa?”, tanyanya. Aku mengangkat kepalaku dan menatap Rasya. ” Serius, Sya. Facenya mirip dengan pria yang selalu datang dalam mimpiku dan bercinta dalam mimpiku di setiap Kamis malam.”, aku bicara serius.
Rasya menggaruk kepalanya, ” Apa mimpi itu selalu mengganggumu?”, tanya Rasya. Aku menggeleng, ” Aku menikmatinya.”, jawabku jujur.
“Apa?”, Rasya terbelalak…., ” dan dia nyata, Sya. Aku melihatnya di executive lounge di suatu bandara. Matanya dan senyumnya, tinggi badannya persis sama. Aku jatuh cinta pada pria itu, Sya.” ucapku menghela nafas.
Rasya menatapku, aneh. ” Nie…., daripada kamu mencintai pria imaginermu, coba lihat aku, nyata, 20 tahun aku aku masih menyimpan rasa sukaku padamu. Masih banyak ruang dan tempat yang tersimpan diatmosphere hatiku untukmu, Nie.”, ucap Rasya serius.
Aku terpana, kemudian aku menjawabnya, ” Sya…kamu percaya indera keenamku kan?”, tanyaku padanya.
Rasya mengangguk, Vannie punya indera keenam, dia ingat vannie bilang, “Sya…nanti kita pasti tidak akan bersama, kamu akan jauhhh dan enggak tinggal di Indonesia.”, dan kata-kata Vannie itu terbukti.
” Apa maksudmu, Nie?”, tanya Rasya.
” Aku yakin pria itu adalah Pangeran Bintangku, dia ada untukku dan dalam waktu dekat aku akan menjadi miliknya, selamanya….”
“Ha?!”, Rasya merinding, Vannie yakin dengan apa yang dirasakannya. “Pria itu memang untukku, Sya.., aku selalu bisa merasakan kehadirannya di kota ini. Namun aku tidak tahu bagaimana harus mengontaknya, aku yakin tahun depan aku dan dia bertemu dan kami akan bersama selamanya. Aku akan menjadi miliknya seutuhnya, dan aku tidak akan sendiri lagi. “, ucap Vannie.
Rasya menatap pada matahari yang semakin turun, begitu juga dengan Vannie. Mereka saling bergenggaman tangan. ” Nie…., aku akan selalu menunggumu, datanglah ke Sydney bersama anak-anakmu, temui aku disana jika mimpimu tidak terwujud. Aku dan anak-anakku akan menunggumu.”, ucap Rasya. ” Iya, pak Dokter.”, sahutku. Dan dengan terharu aku memeluk Rasya dan mencium dahinya. Rasa sayangku sebagai seorang adik.
Matahari sudah masuk kedalam peraduan, dilangit ada bintang besar bersinar, ” Itu pangeranmu.” , tunjuk Rasya. Aku mengangguk…., dan melambai ke arah bintang itu, hai kekasih…aku cinta padamu…!”, aku berteriak lantang, enggak peduli nelayan yang mau berangkat melihat ke arahku. Aku dan Rasya saling berpandangan, dan kami tertawa saling bergandengan. Akh…..20 tahun kemudian masih kutemukan Dr. Rasya sahabat kecilku, dan masih menyimpan asanya….., Sya…maafkan aku, hatiku sudah untuk pangeran bintangku.
(posted by Nan (oct 2006)

No comments: