Pages

Thursday, November 6, 2008

KASIH ABADI (1)




Sewaktu aku duduk di kelas 1 SD, usiaku 6 tahun. Saat itu, aku sedang pulang ke rumah Papi dan Mami di Kompleks Akcaya (kami mendapatkan rumah baru yang besar). Ketika itu aku sedang mengerjakan PR di beranda depan rumah. Kebiasaanku…, sebelum waktu bermain aku mengerjakan PR dan belajar (hi10..daripada dihukum Mami di depan Salib Jesus…), hujan panas rintik-rintik…, Tante Trees memintaku untuk belajar di ruang belajar saja, tapi aku gak mau, lebih enjoy belajar di beranda, kalau lagi capek, aku bisa lihat awan-awan putih dan langit biru. Tiba-tiba seorang anak perempuankecil berdiri di depanku, ia sangat cantik dan kulitnya putih. rambutnya sebahu dan berponi, matanya cantik. Ia memegang tanganku, dan tersenyum ramah. ” Hai.., aku Nez.”, ia mengenalkan dirinya. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, darimana Nez datang, apa dia mengendap-endap dari halaman samping. ” Boleh aku bermain denganmu?”, tanya Nez. Aku menoleh ke arah pintu masuk, takut-takut jika Tante Trees atau Mami yang keluar. ‘ Sssttt…aku lagi isi PR”, jawabku. Nez tersenyum, ” AKu bantu buatkan kamu PR.”, ucapnya. ” Memang kamu bisa?”, tanyaku. Nez mengangguk. Aku dengan yakin mengangguk. Wahh…, Nez sangat pintar dan cepat sekali menulisnya. Tulisannya sangat bagus sekali. ” Sudah selesai.”, Nez menyerahkan bukuku. Woww…, aku sangat senang. ” Aku mengemaskan buku-bukuku dulu ya.”, pintaku. Nez mengangguk. Aku segera masuk ke dalam dan menuju kamarku. Selagi aku mengemaskan buku-buku untuk besok, aku sangat terkejut Nez sudah ada di dalam kamar. ” Nez…, kok kamu ikut masuk?”, tanyaku dengan suara khawatir. Mami tidak pernah mengizinkan teman-temanku untuk bermain di kamar. Kata Mami kasihan Kak Maria atau Tante Sally mengemaskan kamarku. Nez cuma tertawa. Giginya putih dan bagus. ” Sini aku bantu.”, ucap Nez. Dan ia mengerjakannya dengan cepat. “Hayoo..kita main!”, ajak Nez. Aku mengangguk dan mengeluarkan boneka-bonekaku serta mobil-mobilan. ” Kamu main boneka ya, aku main mobil-mobilan.” aku menyerahkan bonekaku si Susi, Ida, Aurel , Teddy Bear ku pada Nez. Ia menerimanya dengan senang. ” Nan..tidak suka main boneka?”, tanya Nez padaku. Aku menggeleng. ” Namaku bukan Nan, Mami dan Papi memanggil namaku ” Nie” atau “Ning”. Nez tersenyum, ” Bolehkan aku memanggilmu dengan “Nan”, ” pinta Nez. Entah mengapa aku mengiyakan saja.
Lalu aku menariknya untuk melihat lemari permainanku. Nez tertawa, ” Ikh…ini guli (kelereng), ini kan mainan anak laki-laki.”, komentar Nez. ” Dan ini main gambar-gambaran, woww..Nan juga punya pistol-pistolan yha?”, aku mengangguk bangga. Dan aku memperlihatkan layanganku pada Nez, ” Aku modalnya cuma satu saja. Dan ini aku dapatkan dari rebutan layangan yang kalah jika bertarung.”. Nez bertepuk tangan, “Piang bilang kamu memang anak yang hebat, makanya Piang memintaku untuk menemanimu.”, ucapnya. “Piang?”, tanyaku heran. rasanya aku pernah mendengar kata Piang jika Papi lagi bicara sama Bang Lassa, Kaphat, Bang Hasan, dan Bang Naigi. “Iyaa..Piang..”, ucap Nez padaku. ” Kamu keluarganya Papi ya, karena Papi juga sering mengucapkan kata Piang kalau saudaranya dari Hulu datang.”, ucapku. Nez mengangguk dan matanya berbinar senang.
Dan kami bermain di beranda teras, aku sangat senang bermain dengan Nez. DIa baik dan tidak nakal seperti Atiek,Maimunah, Yayat, Luthie, Nununk, Elie, Joan, Ika atau Srie yang cengeng.
Sejak itu, aku dan Nez selalu bermain bersama. Kami sering menatap langit biru dan awan-awan putihnya. Yang kadang-kadang membentuk siluet yang indah berupa bentuk seorang Putri, kelinci atau bentuk wayang. Kami sering duduk di pohon jambu klutuk di halaman samping rumahku. Dan kami berdua membuat rumah pohon di pohon jambu lobak (buah jambunya berwarna putih dan rasanya asam) di samping kamarku. Aku betah berlama-lama disana, bahkan aku selalu ketiduran disana. Dan ketika aku kembali lagi ke rumaha Kakek dan Nenek di Kotabaru, Nez juga ikut. Dan disana, Nez ikut nginap bersamaku.
Suatu siang, ketika dari pulang sekolah, Nez mengatakan padaku bahwa di kolong rumah kakekku ada penjahat. Dan kami curi-curi untuk melihat Penjahat itu. Hiii…, penjahat itu ada dalam kandang, badannya tinggi hitam dan matanya sangat merah. Penjahat itu hendak memegang kami berdua. Kami menjerit, suara jeritanku terdengar oleh Kakek yang baru saja pulang dari kantor. Kakek segera mengambilku, kata kakek, ” Ning.., kamu tidak boleh dekat-dekat kandang itu ya.”, pesan kakek padaku. Lalu aku bilang pada kakek, ” Iya, kek. Kata Nez disana ada penjahat. Badannya hitam dan matanya merah.”, aku bercerita pada kakek. ” Nez..siapa dia?”, tanya kakek. ” Teman Ning , Kek. Itu dia.”, aku menunjuk Nez yang berdiri dekat ayunanku untuk tidur. AKu melihat wajah Kakek terlihat aneh. Lalu aku mendengar Kakek bicara dengan Nez, aku tidak mengerti bahasanya. Aku melihat Nez bicara, dan kemudian ia terlihat sangat senang. Kakek kemudian menyuruhku masuk ke rumah untuk melihat semut-semutnya yang dipelihara dalam bejana kaca. Aku melihat Kakek duduk di sebelahku, ” Ning..rupanya kamu yang dipilih.”, ucap kakek yang aku tidak mengerti saat itu.
Aku dan Nez semakin akrab. Jika ada yang ingin berbuat jahat sama Aku, Nez selalu membuat orang itu celaka, ada yang jatuh dari sepeda. Aku pernah berkelahi dengan Didi tetangga Kakek, anak laki-laki itu sangat jahat sekali. Nez mendorongnya ketika ia berdiri di atap mobilnya, dan Didi masuk rumah sakit. Sejak itu Didi baik padaku dan tidak pernah nakal lagi. Aku dan Nez seperti Satu Jiwa.Aku dan Nez sangat akrab sekali, Nez selalu menemaniku, dan apabila aku bermain dengan teman-teman kecilku, Nez ada diantara kami. Dalam permainan apa saja, aku selalu menang, itu karena pertolongan Nez padaku. Aku sangat sayang pada Nez, dia satu2 nya sahabat bagiku selain sahabat kecilku seperti Atiek, Luthie, Elly, Rini, Sondang dan Tiur.
Keakrabanku dengan Nez dipandang aneh oleh orang-orang disekitarku, karena mereka tidak bisa melihat Nez. Kecuali kakek Thayib. Aku sering diledekin sama Kak Sisca, Kak Vina, Tante Trees, Oom Adrin dan OOm Moses, mereka bilang, aku tukang bicara sendiri, gelarannya “MongRI”, alias Ngomong sendiri. Aku enggak marah, menurut Nez mereka tidak bisa melihatnya, wajar saja mereka mengira aku bicara sendiri.
Nez selalu memberitahukan kepadaku apa yang terjadi pada keluargaku serta orang-orang disekitarku. Misalnya ketika Nenek Ulfa akan meninggal, Nez sudah mengatakan pada tanggal 7 May (1976) Nenek akan ke surga. Ketika kusampaikan kepada Mami, aku dimarahin sama Mami, kata Mami aku nyumpahin Nenek meninggal, tapi ketika aku cerita ke kakek. Kakek gak marah, malah Kakek membelai kepalaku. Oh ya, Kakek bisa bicara dengan Nez, tapi bahasa mereka aneh, aku enggak mengerti sama sekali.
Suatu malam setelah tepat tujuh hari nenek meninggal, aku duduk di tangga teras rumah kakek, orang-orang baru pulang dari sembahyang. Nez duduk di sebelahku. Di langit penuh bintang, sangat cantik dan terlihat bulan berbentuk sabit berwarna emas. Aku sangat menikmati pemandangan malam itu, indah sekali. Dan terlihat sebuah bintang yang sangat besar dan terang di langit.Berpendar-pendar dalam kemilaunya yang memikat ku. ” Itu abang”, ucap nez seraya tangannya menunjuk kepada Bintang besar di langit. “Abang?”, tanyaku heran. Nez mengangguk. “Itu abangku, kami berasal dari sana.” ucapnya menunjukk langit. Aku tak percaya. Nez tertawa, dan melihat padaku, “aku akan memanggil abang”. ucapnya. Lalu Nez bersiul, siulannya sangat aneh telingaku, seperti suara suling. “Aku akan mengajarkan siulan ini kepada Nan, apabila ingin bertemu dengan Abang.”, ucap Nez. Angin bertiup lembut, dan aku mendengar sebuah suara memanggil namaku, “Nan…”, suara itu sangat lembut. Mendadak aku sangat suka mendengarnya, ada rasa bahagia mengalir di sungai hatiku. ” Nan”, suara itu memanggilku lagi.
Aku melihat sesosok tubuh tinggi menjulang di hadapanku. Nez berlari medekatinya, “Abang!”, panggilnya. Sosok itu membungkuk lalu meraih Nez serta menggendongnya. Amboi…., wajahnya mirip dengan Nez. Dia seorang laki-laki seperti Bang Yo (tapi kulit bang Yo hitam dan badannya tidak setinggi Abang). Abang tersenyum padaku, ” Mari”, Abang memanggilku. Aku ragu, “Ayo, Nan.”, ajak Nez. Aku segera berlari ke arah pelukan Abang. Aku dan Nez sudah berada di dalam gendongannya. Aroma tubuh Abang sangat harum, enak sekali. Hmmm…., aku betah berlama-lama dalam gendongan Abang. ” Ayo kita kesana.”, tunjuk Abang pada atap rumah Kakek. Abang bisa terbang, dalam sekejap kami sudah berada di atap. Aku bisa melihat bulan lebih jelas, cahaya sinar bulan serasa menelusup diantara pori-pori kulitku. Abang melantunkan lagu untukku dan Nez. Suara Abang sangat bagus sekali, lagunya :


Kita sudah ditakdirkan”
Baik untuk masa lalu, masa kini dan masa depan,
Engkau adalah milikku dan aku milikmu,
Kita Akan Selalu Bersama.

Malam ini kuukir namamu di hatiku, kutulis dengan indah.
Kutuliskan ribuan syair hanya untukmu, dan hatiku ini hanya terukir untukmu.
Jika engkau rindu padaku, pandanglah langit di malam hari,
Maka akan kau lihat sebuah bintang besar yang bersinar terang, itulah aku, yang selalu melindungimu dimanapun engkau berada.”


Abang tersenyum, matanya sangat bagus. Kemudian abang membawa kami kembali ke teras. Sayup-sayup kudengar suara Tante Lauren meminta Oom taufik untuk membawaku ke kamar. Aku melihat Nez juga sudah tertidur. “AKu mengantuk,” bisikku. ” Tidurlah, adik kecil yang manis.”, kemudian abang mencium dahiku.

No comments: