Pages

Tuesday, November 4, 2008

Kepemimpinan Kepala daerah

1. Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
Sumber pengaruh ini bisa bersifat formal, seperti seseorang yang menempati suatu jabatan manajerial dalam sebuah organisasi. Posisi manajerial memiliki tingkat otoritas yang tinggi yang diakui secara formal. ( Robbins dan Judge, 2001:49).
Selanjutnya Robbins dan Judge (2001:ibid) mengemukakan bahwa tidak semua pemimpin adalah manajer dan tidak semua manajer adalah pemimpin hanya karena suatu organisasi memberikan hak-hak formal tertentu kepada seseorang untuk menjadi manajer dan bukan jaminan mereka pemimpin yang efektif. Mengingat bahwa ada pemimpin non formal yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang muncul dari luar struktur formal suatu organisasi.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas, atau sasaran, dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih efektif.
Menurut Hemphill&Coons (1957:7) “ Leadership is the behaviour of an individual...directing the activities of a group toward a shared goal” bahwa kepemimpinan merupakan perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran.
Menurut Koontz & Donell ( 1976:557) Leadership is the art of inducing subordinates to accomplish their assignment with zeal and confidence.
Kepemimpinan merupakan sebuah seni untuk membujuk bawahan untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dengan semangat dan penuh keyakinan.
Lebih lanjut Argawal (1982:224) mengemukakan bahwa “ Leadership is the art of influencing others to direct their will abilities and efforts to the achievement of leader’s goals. In the context of organization, leadership lies in influencing individual and group effort toward optimum achievement of organizational objectives.”
Kepemimpinan merupakan suatu seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pimpinan. Dalam hubungan dengan organisasi, kepemimpinan terletak pada mempengaruhi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal.
Menurut Rauch & Behling (1984:46) bahwa “ leadership is the process of influencing the activities of an organized group toward goal achievement”. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai sasaran.
Lebih lanjut Jacobs&Jaquess (1990:281) mengemukakan “ Leadership is a process of giving purpose (meaningful direction) to collective effort, and causing willing effort to be expended to achieve purpose.” Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah proses memberikan tujuan (arahan yang berarti) ke usaha kolektif, yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan.
Barney and Griffin (1992:604) yang mengemukankan bahwa Leadership to describe leadership that transmits a sense of mission, stimulates learning experinces, and inspires new ways of thinking. Konsep kepemimpinan yang dikemukakan Barney dan Griffin sejalan dengan teori kepemimpinan transformasional ( transformational leadership)
Selanjutnya Weirich and Koontz (1994:490) Leadership is definied as influnce, that is , the art or process of influencing people so that they will strive willingly and enthusiastically toward the achievement of group goals.
Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang dengan cara apapun, agar mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendaknya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Rivai (2004:3) bahwa “ Kepemimpinan suatu proses untuk mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.”
Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sesuai dengan perspektif dan fenomena yang paling menarik perhatian untuk dikaji. Pada umumnya definisi kepemimpinan meliputi proses pengaruh mempengaruhi untuk mencapai tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan tersebut, mempengaruhi kelompok dan budaya. Disamping itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok serta memperoleh dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar atau di dalam kelompok organisasi.
Kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai suatu sasaran atau tujuan yang telah ditentukan bersama.
Dari pengertian yang dikemukakan, kepemimpinan sebagai suatu kekuatan untuk mempengaruhi orang lain, suatu alat atau sarana untuk membujuk orang lain agar secara sukarela mau mengikuti apa yang diarahkan.
Definisi kepemimpinan secara luas meliputi mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Menurut Rivai (2003:3) ada tiga implikasi penting yang terkandung dalam aspek kepemimpinan yaitu : (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Dengan demikian kepemimpinan hakikatnya adalah :
1. Suatu proses mempengaruhi dalam mencapai suatu tujuan;
2. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepercayaan, kepatuhan, kerjasama dalam mencapai tujuan bersama;
3. Kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan;
4. Unsur kepemimpinan adalah pemimpin, pengikut dan situasi tertentu.
Kepemimpinan merupakan konsep relasi, artinya kepemimpinan hanya ada dalam hubungan dengan orang lain, oleh sebab itu jika tidak ada pengikut maka tidak ada pemimpin. Dengan demikian kepemimpinan yang baik dan efektif harus mengetahui bagaimana memberikan motivasi dan berhubungan baik dengan pengikut.
Dari uraian pengertian kepemimpinan terlihat bahwa kepemimpinan menempatkan manusia sebagai titik sentral dari seluruh keputusan yang diambil seorang pemimpin. Dengan demikian kepemimpinan berdasarkan tanggung jawab atau akuntabilitas, kepedulian dan mengasihi, memahami bahwa setiap manusia memiliki suatu potensi untuk berkembang.
Kepemimpinan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk suatu perubahan, dimana menggambarkan gerakan yang dinamis, dari situasi sekarang ke situasi atau kondisi yang berbeda. Kepemimpinan juga menyangkut intersionalitas dalam arti perubahan itu tidak asal berubah, melainkan juga ditujukan kepada suatu tujuan atau kondisi yang didambakan atau dihargai. Oleh sebab itu kepemimpinan suatu proses yang mempunyai suatu tujuan yang dilandasi oleh nilai-nilai.
Dengan demikian didalam konsep kepemimpinan terdiri dari atas empat asumsi dasar sebagai berikut :
a. Kepemimpinan berkaitan dengan peletakan untuk suatu perubahan;
b. Kepemimpinan berdasarkan pada nilai-nilai;
c. Semua orang secara potensial adalah pemimpin;
d. Kepemimpinan merupakan proses bersama.
Dari kajian uraian konsep kepemimpinan yang telah diuraikan, kepemimpinan telah didefinisikan dalam beranekaragam cara, akan tetapi sebagian besar definisi berasumsi bahwa kepemimpinan melibatkan proses pengaruh yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Beranjak dari uraian definisi yang telah dikemukakan kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain :
a. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain yaitu para bawahan, para bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan;
b. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Kekuasaan itu dapat bersumber dari hadiah, hukuman, otoritas dan karisma;
c. Pemimpin harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri,sikap bertanggung jawab yang tulus, pengetahuan, keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan, kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain dalam membangun organisasi.
Dari pemaparan konsep kepemimpinan jelaslah bahwa kepemimpinan merupakan komponen organisasi yang sangat penting. Keberhasilan seorang pemimpin juga menentukan keberhasilan dari organisasinya.

1.1. Teori Kepemimpinan

Ada beberapa teori Kepemimpinan yang dikenal sebagai berikut :

1) Trait Theory of Leadership
Trait Theory dikenal dengan Teori Sifat Kepemimpinan, teori ini membedakan para pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi. Teori ini mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi dari sang pemimpin. Pencarian atribut-atribut kepribadian ini seperti sosial, fisik atau intelektual guna mendeskripsikan dan membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin dan ini merupakan tingkatan awal dalam penelitian kepemimpinan.
Stogdill (1974 :17) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi
Judge, Bono, Ilies dan Gerdhart (2002:80) mengemukakan bahwa ekstraversi merupakan sifat terpenting dalam pemimpin efektif. Pendekatan sifat ini menunjukkan bahwa pemimpin dengan sifat ekstraversi memiliki keterbukaan, konsisten dan lebih unggul dalam hal kepemimpinan serta memiliki sifat-sifat utama yang sama.
Sifat lain yang kiranya menunjukkan kepemimpinan yang efektif adalah intelektualitas emosional (emotional intelligence). Pendekatan ini dicetuskan oleh Goleman (1998:93); George (2000:55); Caruso, Mayer dan Salovey, 2002:55); Riggio, Murphy dan Pirozzolo (2002:74) Wong dan Law (2002:74)Carusso dan Wolfe dalam David dan Zaccaro (2004:63) yang mengemukakan bahwa seseorang bisa saja memiliki pendidikan yang luar biasa, kemampuan analistis yang tajam, visi yang hebat, dan ide-ide cemerlang yang seolah tidak terbatas, akan tetapi tetap saja tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang efektif.
Champy (2003:135) menyatakan bahwa yang terpenting adalah empati yang merupakan salah satu komponen inti emotional intelligence . Pemimpin-pemimpin dengan sifat empati bisa merasakan kebutuhan orang lain, mampu membaca reaksi orang lain. Menurut Antonakis (2003:355) menyatakan emotional intelligence (EI) penting untuk efektivitas kepemimpinan.
Akan tetapi banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain.
Peneliti sependapat mengingat bahwa seorang individu menampilkan sifat-sifatnya tertentu, akan tetapi individu yang lain berpikir bahwa orang tersebut menjadi seorang pemimpin tidak serta merta berarti bahwa pemimpin itu berhasil dalam membuat kelompoknya mencapai tujuannya.
2) Behavioral Theory of leadership
Eksponen dari teori ini yang terkenal adalah pendekatan Managerial Grid dari Robert Blake dan Jane Mouton (1964: 20-43) mengenai Managerial Grid yang dijelaskannya bahwa ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik dengan berbagai kombinasi dua faktor mengenai faktor produksi dan manusia, teori ini pada dasarnya merepsentasikan dimensi tenggang rasa dan struktur awal yang diperkenalkan oleh Ohio State University (1940) dan atau berdimensi pada karyawan (manusia) dari studi University of Michigan yang berorientasi pada produksi (1960). Dari teori ini ditentukan 5 macam gaya kepemimpinan yang memperlihatkan gaya manajemen tim sebagai yang terbaik.
Dari teori yang ditawarkan Blake dan Mouton tersebut terlihat bahwa tabel tersebut merupakan usaha untuk menawarkan kerangka pikir yang lebih baik untuk mengonseptualisasikan gaya kepemimpinan daripada untuk menghadirkan informasi baru yang nyata dalam mengklarifikasi kesulitan kepemimpinan. Teori ini juga tidak menjamin keberhasilan seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang efektif.
3) Fiedler Contingency
Teori ini dikemukakan oleh Fred Fiedler pada tahun 1967 yang menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan sejauh mana situasi tertentu memberikan kendali kepada kepemimpinan.
Menurut Fiedler bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil adalah gaya kepemimpinan dasar seorang individu.
Fiedler (1967) beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan dan sesuai situasi yang dihadapinya. Menurut Fiedler ada tiga (3) faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah :
a. Hubungan antara pemimpin dan bawahan, yaitu sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahannya untuk mengikuti petunjuk pemimpin;
b. Struktur tugas yaitu sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi yaitu sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat.
Fiedler menyimpulkan bahwa pendekatan yang berorientasikan tugas lebih efektif bila kondisi kelompok sangat menguntungkan (pemimpin baik/hubungan kelompok baik, posisi pemimpin kuat, dan struktur buruk/relasi kelompok buruk, posisi pemimpin lemah dan tugas yang tidak jelas). Kepemimpinan yang berorientasi kelompok lebih disukai jika kondisi relatif stabil, yang dengan demikian perhatian dapat dicurahkan pada preservasi relasi kelompok, upaya pencegahan konflik, dan pekerjan yang tidak efisien yang kemudian dapat membuat keadaan kelompok menjadi tidak harmonis.
Diakui bahwa teori kontingensi ini lebih sempurna dibanding teori-teori sebelumnya, namun jika kita kaji lagi, teori ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

4) Situational Leadership Theory
Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan teori sifat kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan.
Studi-studi kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasikan karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Teori ini juga membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, tidak hanya berdasarkan sifat kepribadian pemimpin.
Hersey dan Blanchard (1974:1-15) teori ini berfokus pada kesiapan pengikut. Gaya kepemimpinan dan bergantung pada tingkat kesiapan pengikutnya. Penekanan pada pengikut dalam efektivitas kepemimpinan mencerminkan realitas bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut.
Istilah kesiapan merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Hersey dan Blanchard mengidentifikasikan empat (4) perilaku pemimpin yang khusus dari sangat direktif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif tergantung pada kemampuan dan motivasi pengikut. Teori ini berasumsi bahwa (1) apabila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia, pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik; 2) apabila para pengikut tidak mampu tetapi bersedia, pemimpin harus menampilkan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikut serta orientasi hubungan yang juga tinggi untuk membuat para pengikut menurut dan mematuhi keinginan pemimpin; (3) apabila para pengikut mampu tetapi bersedia maka pemimpin harus menggunakan gaya yang supportif dan partisipatif, dan (4) apabila pengikutnya mampu dan bersedia pemimpin tidak perlu berbuat banyak.
Pendekatan teori ini memiliki daya tarik intuitif dan mengakui bahwa arti penting pengikut dibangun diatas logika bahwa para pemimpin dapat memberikan kompensasi keterbatasan kemampuan dan motivasi dalam diri pengikut mereka
5) Path Goal Theory
Teori path goal dikembangkan oleh House (1971:321-323). Elemen-elemen dari teori ini diambil dari penelitian Kepemimpinan Ohio State University tentang struktur awal dan tenggang rasa serta teori pengharapan motivasi. Inti dari teori ini bahwa tugas pemimpin untuk untuk memberikan informasi, dukungan atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar bisa mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah path goal berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukkan jalan untuk membantu pengikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan untuk pencapaian tujuan kerja dan mempermudah jalan serta menghilangkan berbagai kendala.
Teori ini mengemukakan bahwa memberikan tugas pemimpin untuk membantu para pengikut dalam mencapai tujuan-tujuan mereka dan untuk memberi pengarahan yang dibutuhkan dan/atau dukungan untuk memastikan bahwa tujuan – tujuan mereka selaras dengan tujuan umum kelompok atau organisasi.
House selanjutnya mengidentifikasikan empat (4) perilaku kepemimpinan yaitu (1) pemimpin yang direktif memberitahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapkan dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan dan memberikan bimbingan terkait dengan cara menyelesaikan berbagai tugas tersebut; (2) pemimpin yang supportif adalah pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikut; (3) pemimpin yang berpartisipatif bermusyawarah dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan;(4) pemimpin berorientasi pencapaian menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan mengharapkan pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik.
Perbedaan House dan Fiedler adalah House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bisa menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada.
6) Charismatic Leadership Theory
Menurut Max Weber(1947) seorang sosiolog adalah orang pertama yang membahas tentang kepemimpinan kharismatik. Kharisma merupakan sifat tertentu dari seseorang yang membedakannya dari orang-orang lain dan biasanya dianggap sebagai kemampuan supernatural, manusia hebat atau super, ada hal-hal istimewa, kemampuan ini dianggap sebagai anugerah dari Tuhan, dan berdasarkan hal ini seseorang dianggap sebagai seorang pemimpin.
Menurut House dalam Conger dan Kanungo (1988:79) bahwa kepemimpinan karismatik dimana para pengikut memandang pemimpinya sebagai sifat yang heroik atau kepemimpinan yang luar biasa saat mengamati perilaku tertentu.
Awamleh dan Gardner (1999:73)mengemukakan adanya empat (4) karakteristik yaitu (1) memiliki visi, (2) bersedia mengambil resiko pribadi untuk mencapai visi tersebut, (3) sensitive terhadap kebutuhan bawahan dan (4) memiliki perilaku yang luar biasa.
Menurut Conger dan Kanungo (1998:94) karakteristik kunci kepemimpinan karismatik yaitu (1) visi dan artikulasi; (2) resiko pribadi; (3) sensitive dengan kebutuhan bawahan; dan (4) perilaku yang tidak konvensional. House dan Howell (199281-108) bahwa sifat-sifat individu juga terkait dengan kepemimpinan karismatik. Pemimpin yang karismatik cenderung bersifat terbuka, percaya diri dan memiliki tekad yang kuat untuk mencapai hasil.
Teori karismatik memang terbukti efektivitasnya, akan tetapi teori ini tergantung kepada karisma dari pemimpinnya, diakui pemimpin karismatik cenderung berhasil dalam kepemimpinannya, tetapi keberhasilan tersebut tergantung pada situasi dan visi dari pemimpin, apabila visinya baik maka organisasi akan berhasil dan sukses, akan tetapi apabila visi dan misi tersebut merupakan kepentingan pribadi dari pemimpin karismatik maka dapat membahayakan contohnya tokoh Hitler dari Jerman.
7) Transactional Leaders
Robbins dan Judge (2007:90) mengemukakan bahwa pemimpin transaksional adalah pemimpin yang mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka.
Menurut Bass (1990:22) karakteristik pemimpin transaksional adalah (1) penghargaan bersyarat yaitu menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus, dan mengakui pencapaian yang diperoleh; (2) manajemen dengan pengecualian (aktif) yaitu mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan-aturan dan standar, serta melakukan tindakan perbaikan; (3) manajemen dengan pengecualian (pasif) yaitu yang dilakukan hanya jika standar tidak tercapai; (4) laissez-faire yaitu melepaskan tanggungjawab dan menghindari pengambilan keputusan.
Laissez-faire adalah karakteristik yang paling tidak efektif dimana pemimpinnya pasif. Sedangkan karakteristik yang menggunakan manajemen baik aktif maupun pasif cenderung memberikan reaksi saat ada masalah, dan biasanya sudah terlambat, karakteristik kepemimpinan seperti ini juga termasuk pemimpin yang tidak efektif.
Selanjutnya kepemimpinan yang memberikan penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang efektif, akan tetapi kelemahannya pemimpin seperti ini tidak mampu mendorong pengikutnya untuk bekerja diluar cakupan bidang tugasnya.
8) Transformational Leader
Robbins dan Judge (2007:90) mengemukakan bahwa pemimpin transformasional menginspirasikan para pengikutnya untuk mengabaikan kepentingan pribadi pengikutnya untuk kebaikan organisasi dan mereka memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri pengikutnya.
Bass (1990:22) mengemukakan karakteristik dari pemimpin transformasional yaitu (1) pengaruh yang ideal yaitu memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, serta mendapatkan respek dan kepercayaan; (2) motivasi yang inspirasional yaitu mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan tujuan-tujuan penting secara sederhana; (3) stimulasi intelektual yaitu meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang cermat dan (4) pertimbangan yang bersifat individual yang memberikan perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing pengikutnya secara individual, serta melatih dan memberikan saran.
Menurut Jung ( 2001:185) para pemimpin transformasional mendorong bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif. Robbins dan Judge (2007:93) menyatakan bahwa para pemimpin yang transformasional lebih efektif karena mereka sendiri lebih kreatif, tetapi mereka juga lebih efektif karena mampu mendorong para pengikutnya kreatif.
Eden dan Avolio (2002:44) kepemimpinan transformasional dapat dipelajari. Hasil studi atas manajer Bank Kanada menemukan bahwa para manajer yang mengikuti pelatihan kepemimpinan transformasional memiliki kinerja bank cabang yang jauh lebih baik daripada manajer yang tidak mengikuti pelatihan. Studi-studi lain menunjukkan hasil yang sama.
Teori transformasional bukanlah teori yang sempurna, Jika dikaji lebih jauh, penelitian-penelitian tersebut masih belum mampu merumuskan hubungan yang lebih komprehensif antara perilaku kepemimpinan transformasional dengan perilaku bawahan. Temuan-temuan dari penelitian tidak dapat digeneralisasikan karena indikator dan data yang digunakan dalam penelitian masih pada aspek tertentu.
Oleh sebab itu konseptualisasi perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran-ukuran yang tepat terhadap konstruk perilaku-perilaku pemimpin transformasional. Konseptualisasi diharapkan mampu menyediakan instrumen yang valid dan reliabel, yang dapat dipergunakan pada penelitian-penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
Tidak dipungkiri para peneliti menggunakan konseptualisasi yang berbeda-beda terhadap konstruk perilaku pemimpin transformasional. Jika dikaji lebih dalam, konsep ini hampir overlapping dengan konsep kepemimpinan karismatik.
Meskipun demikian hasil studi mengindikasikan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki korelasi yang lebih kuat dibandingkan kepemimpinan transaksional dengan level perputaran karyawan yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi.
Dari teori-teori yang telah dikemukakan diatas apabila seseorang menaruh respek pada seseorang pemimpin, maka ia tidak akan berpikir tentang atribut-atribut dari si pemimpin tersebut, akan tetapi mengamati apa yang dilakukan dan diperbuat sehingga mampu mengetahui siapa sebenarnya pemimpin tersebut. Pengamatan ini dapat digunakan untuk memastikan apakah pemimpin tersebut dapat dihormati, dipercaya atau hanya mementingkan kelompok atau pribadinya sendiri menyalahgunakan kewenangan yang ada agar kelihatan lebih baik dan menguntungkan dirinya sendiri. Pemimpin yang hanya mementingkan dirinya sendiri tidak akan efektif karena anggotanya hanya akan tunduk kepadanya tetapi tidak akan mengikuti dia.
Dari teori kepemimpinan yang telah dikemukakan , umumnya teori kepemimpinan menekankan pada satu kategori tertentu sebagai dasar utama untuk menjelaskan kepemimpinan yang dianggap paling efektif. Umumnya teori kepemimpinan lebih menekankan pada karakteristik pemimpin dan penekanan itu biasanya diterapkan untuk membatasai fokus hanya pada karakter kepemimpinan.
Untuk melihat kepemimpinan dalam penelitian ini, maka akan mengacu pada teori kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Mengingat tingkat landasan analisisnya terdiri dari intra individu,dyadic, kelompok dan organisatoris, mengingat setiap level memberikan pemahaman yang unik, maka akan dilakukan dengan pendekatan sistemik.

1.2. Konsep Kepemimpinan Kepala Daerah

Berlandaskan konsep kepemimpinan yang telah diuraikan , kepemimpinan menempatkan manusia sebagai titik sentral dari seluruh keputusan yang diambil seorang pemimpin, berdasarkan tanggung jawab atau akuntabilitas, kepedulian dan mengasihi, memahami bahwa setiap manusia memiliki suatu potensi untuk berkembang.
Kepemimpinan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk suatu perubahan, dimana menggambarkan gerakan yang dinamis, dari situasi sekarang ke situasi atau kondisi yang berbeda. Hal ini menyangkut intersionalitas dalam arti perubahan itu tidak asal berubah, melainkan juga ditujukan kepada suatu tujuan atau kondisi yang didambakan atau dihargai. Oleh sebab itu Kepemimpinan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan pengikutnya untuk suatu tujuan yang dilandasi oleh nilai-nilai.
Pemimpin adalah orang yang melaksanakan kepemimpinan (Salam, 2002:89). Lebih lanjut Salam mengemukakan perbedaan antara kepemimpinan dan pemimpin, kepemimpinan merujuk kepada suatu proses kegiatan, sedangkan pemimpin merujuk kepada pribadi atau personal dari seseorang.
Di dalam suatu organisasi atau unit kerja memiliki kepala dan biasanya diangkat oleh kepala atau lembaga lebih formal ( Ndraha, 2003:212), lebih lanjut Ndraha menyebutkan bahwa kepala diberi atau memperoleh kekuasaan sah (legitimate power). Kepala melaksanakan fungsi-fungsi manajemen agar pelaksanaan menjadi lebif efektif dan efisien.
Seseorang menjadi seorang kepala suatu organisasi (unit) kerja menurut Ndraha (2003:218) berdasarkan sistem nilai yang ada pada diri orang yang bersangkutan dan bisa menggunakan sistem nilai kepemimpinan. Adapun sistem nilai kekepalaan menurutnya antara lain kekuasaan, otoritas, perintah, kekuatan, paksaan, kekerasan, sedangkan sistem nilai kepemimpinan usia, status sosial, kepandaian keterampilan keteladanan, moralitas, kerjasama, kebersamaan, keterbukaan dan sebagainya.
Gibb (1969:89) membedakan leadership dan headship sebagai berikut :
Headship diselenggarakan melalui suatu sistem yang diorganisasikan dan tidak diakui secara spontan oleh anggotanya;
Tujuan kelompok dipilih oleh kepala (Head person) sesuai dengan minat dan tidak ditentukan kelompok itu sendiri secara internal.
Dalam headship hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali tindakan bersama untuk mencapai tujuan;
Dalam headship ada jurang sosial yang lebar antara kepala dan anggota kelompoknya, jarak sosial ini digunakan sebagai alat bantu untuk memaksa anggotanya;
Dalam leadership , kewibawaan seorang pemimpin secara spontan diakui oleh anggota kelompoknya dan terutama oleh pengikutnya. Sedangkan seorang kepala timbul karena adanya kekuasaan dari luar kelompok yang mendukung seseorang itu terhadap anggota kelompok yang bersangkutan, yang tidak dapat disebut sebagai pengikutnya.
Kochan, Schmidt dan De Cotties (1975), menurut Bass (1990:22), setuju dengan pendapat Gibb karena mereka melihat bahwa para manajer, para pemimpin pelaksana, para pejabat dan lain-lain dalam kenyataannya lebih banyak melakukan berbagai hal, lebih dari sekedar hanya memimpin saja. Kita tak dapat menafsirkan begitu saja bahwa, misalnya seseorang yang mengikuti semua tatacara seremonial dalam anggota. Akan tetapi menurut definisi yang lebih luas, bagi Bass (1960: 4) pimpinan/seorang kepala (head) adalah merupakan konsekuensi dari kedudukan (status) mereka, jadi merupakan suatu kekuasaan dari jabatan yang dipegangnya. Tanpa kedudukan semacam itu, para pemimpin (leader) masih dapat mencapai tujuan, apabila kekuasaannya itu betul-betul sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok yang dipimpinnya. Baik kedudukan (status) maupun penghormatan (esteem) tak dapat ditafsirkan. secara kaku. Dalam setiap kelompok akan berbeda. Itulah sebabnya kepemimpinan (leadership) pada hakikat dapat dibagikan kepada para anggotanya dalam derajat tertentu dan dalam situasi yang sama. Istilah kepala, ketua, direktur, menteri, presiden dan lain-lainnya, pada umumnya berkaitan dengan pengertian kekepalaan (headship). Pengertian kekepalaan mempunyai konotasi adanya kedudukan dalam hirarki organisasi, yang di dalamnya terkandung tugas, wewenang dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara formal. Kekepalaan berkaitan dengan wewenang sah berdasarkan ketentuan formal, untuk membawahi dan memberi perintah-perintah kepada kelompok orang-orang “bawahan” tertentu dan dalam bidang masalah tertentu pula. Seorang kepala unit belum tentu dapat menjadi pemimpin. Demikian pula seorang pemimpin belum tentu mempunyai kedudukan sebagai kepala. Seorang yang tidak mempunyai pengaruh dapat saja menjadi seorang kepala instansi, dan ia baru menjadi seorang pemimpin kalau ia mampu mempengaruhi orang lain. Oleh karena itu, pimpinan yang mengepalai suatu organisasi atau salah satu unitnya harus menyadari bahwa kedudukan formal saja belum tentu merubah perilaku anak buahnya sesuai dengan yang diharapkan agar memudahkan dan melancarkan pencapaian tujuan organisasinya, atau mampu menciptakan kerjasama yang baik antara bawahannya
Sedangkan menurut Ndraha (2003:212) bahwa kekepalaan adalah gejala kekuasaan. Kekepalaan adalah kekuasaan yang sah (kewenangan) seseorang mencapai suatu tujuan melalui atau menggunakan (mengubah atau memantapkan perilaku bahkan jika perlu, mengorbankan) orang lain (organisasi). Kekepalaan organisasional adalah konsep birokrasi.
Dengan demikian pengertian kepala daerah merupakan konsekuensi dari kedudukan (status) mereka, jadi merupakan suatu kekuasaan dari jabatan yang dipegangnya.
Penguasaan seni dan ilmu kepemimpinan merupakan syarat mutlak bagi seorang kepala daerah, karena dengan kepemimpinannya itu kepala daerah akan memimpin daerah untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan daerah tersebut (Kaloh, 2003:10).
Selanjutnya Kaloh (2003:11) menyatakan bahwa pemahaman dan penguasaan ilmu kepemimpinan sangat membantu setiap kepala daerah memimpin dalam membawa organisasi mencapai tujuan. Kepemimpinan mengandung :
Pemberdayaan (empowerment). Seorang pemimpin harus memanfaatkan seni kepemimpinannya untuk memberdayakan pihak yang dipimpin;
Intuisi (intuition). Intuisi adalah pengetahuan pra-ilmiah, yang ditangkap oleh seseorang pemimpin dalam keterlibatannya di dalam situasi tertentu sehingga dia bisa mengantisipasi perubahan, mengambil risiko dan membangun kejujuran;
Pemahaman diri (self understanding). Seorang pemimpin harus menyadari kecenderungan dirinya, watak dan berbagai kepentingan pribadinya, sehingga dia bisa memilah mana kepentingan egoistiknya dan mana kepentingan masyarakatnya. Dengan begitu ia tidak mudah terjebak dalam tindakan sebenarnya hanya menguntungkan dirinya dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat;
Pandangan (vision) yaitu kemampuan pemimpin untuk mengimajinasikan suatu kondisi untuk memperbaiki lingkungan organisasi dan masyarakat;
Nilai keselarasan (congruence value) yaitu kemampuan pimpinan untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya, nilai-nilai yang dimiliki bawahan dan masyarakatnya serta dapat memadukan kedua nilai tersebut menuju organisasi yang efektif.
Lebih lanjut Stone dan Sachs dalam Kaloh (2003:12) mengemukakan empat hal strategis bagi pemimpin dalam memimpin organisasi yaitu :
(1) memberdayakan anggota organisasi;
(2) menciptakan lingkungan pelatihan;
(3) mengupayakan agar visi, misi dan nilai-nilai organisasi menjadi milik anggota organisasi;
(4) membuka diri terhadap perkembangan dan mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan.
Dengan demikian kepemimpinan kepala daerah adalah suatu kemampuan dari seseorang yang mendapatkan kewenangan dan kekuasaan secara formal karena kedudukannya untuk menpengaruhi, mengarahkan, dan memberdayakan para pegawai dan masyarakatnya untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

1.3. Peranan Kepemimpinan Kepala Daerah

Elizabeth R (2007:127) mengemukan bahwa peran merupakan perilaku individu dalam struktur sosial, dan merupakan aspek dinamis dari kedudukan yang akhirnya akan memberikan fasilitas tertentu sesuai dengan peranan (role).
Sedangkan menurut Rivai (2003:306) peran adalah perilaku yang diatur dan yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu . Menurutnya, konsep peran penting memahami perilaku yang diharapkan menjadi sifat untuk posisi tertentu di suatu organisaasi. Lebih lanjut Rivai (2003:307) mengemukakan bahwa peran merupakan apa yang harus dilakukan seseorang guna mensahkan keberadaannya pada posisi tertentu.
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto, 1982:268).
Menurut Berlo (1961:153) perilaku peranan dilakukan dengan tiga (3) pendekatan yaitu 1) ketentuan peranan; 2) gambaran peranan dan 3) harapan peranan. Ketentuan peranan adalah pernyataan dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam membawa perannya.
Robinson dalam Ginting (1999:26-27) menyatakan bahwa peranan yang diperlukan seorang pemimpin adalah (1) mencetuskan ide-ide atau sebagai seorang kepala; (2) memberi infromasi; (3) sebagai seorang perencana; (4) memberi sugesti; (5) mengaktifkan anggota;(6) mengawasi kegiatan; (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan; (8) sebagai katalisator; (9) mewakili kelompok; (10) memberi tanggung jawab; (11) menciptakan rasa aman dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya.
Menurut Slamet (2002:34) bahwa seorang pemimpin harus dapat melakukan sesuatu bagi anggotanya sesuai dengan jenis kelompok yang dipimpinnya. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin untuk dapat mendinamiskan kelompok yaitu (1) mengidentifikasi dan menganalisis kelompok beserta tujuannya; (2) membangun struktur kelompok; (3) inisiatif; (4) usaha pencapaian tujuan; (5) mempermudah komunikasi dalam kelompok. (6) mempersatuakan anggota kelompok, dan (6) mengimplementasikan filosofi.
Smith (1996 : 248) mengemukakan bahwa peranan seorang pemimpin yaitu (1) me manage , memimpin dan mengembangkan stafnya secara efektif; (2) responsive terhadap perubahan; (3) proaktif dan tidak reaktif ; (4) memahami dan mengimplementasikan misi dan menggunakan misi sebagai sebuah starting point.
Ada tiga peranan utama pemimpin menurut Mintzberg (1973:54-94) yaitu 1) interpesonal role, yaitu figurehead , leader dan liaison manajer, 2) informational role yaitu sebagai monitor, disseminator dan sebagai spokesman; dan 3) decisional role yaitu sebagai entrepreneur, disturbance handler, resource allocator dan negosiator.
Merujuk dengan konsep yang telah dikemukakan mengenai peranan kepemimpinan kepala daerah , dapat dikatakan bahwa peranan kepemimpinan kepala daerah adalah 1) sebagai tokoh atau sosok yang diteladani yang dapat mempengaruhi, mengarahkan, dan mengembangkan stafnya secara efektif; 2) sebagai seorang komunikator yaitu dapat mengkomunikasikan dan mengimplementasikan visi dan misi serta menggunakan visi dan misi ; 3) responsive terhadap perubahan; 4) sebagai pemecah masalah yaitu proaktif apabila ada masalah; dan 5) sebagai pengambil keputusan.
(Kalau ada teori lagi, tolong yha dikasikan d comment..tks a lot)
posted by. Nan
(waiting staff have lunch time, I will go to Singkawang)

No comments: